Klaim Asuransi
SESULIT APAKAH MELAKUKAN KLAIM KE PERUSAHAAN ASURANSI? Urusan klaim menjadi momok bagi masyarakat. Banyak yang merasa kena tipu, karena tidak bisa melakukan klaim, tidak menerima dana yang sudah dibayang-bayangkan akan memberi jalan keluar bagi masalah keuangan yang menekan ini. Tak heran ada yang melabeli semua asuransi, terutama asuransi jiwa, sebagai penipu.
Sebagai penasehat dan pengajar keuangan, tentunya kita memberi tahu satu kenyataan penting tentang asuransi: kalau sudah terkena sakit, sudah dalam kondisi gawat, itu sudah berada dalam kondisi tidak bisa ditanggung asuransi. Begitu, bukan?
Namun, yang saya alami dengar sendiri adalah kesinisan disertai kemarahan. "Asuransi Jiwa apaan tuh, maunya hanya terima orang yang sehat saja! Memang perusahaan asuransi tukang tipu, mau ambil duit orang melulu!"
Agak sulit untuk menjelaskan bahwa cara pandang demikian merupakan sikap yang keliru, dan egois. Bayangkan, orang ini tidak pernah berasuransi, tidak pernah bersikap sosial selama masa-masa produktifnya. Ketika tiba saat mengerikan itu -- saat dokter menyatakan diagnosa terkena penyumbatan jantung di tiga pembuluh utama, membutuhkan biaya operasi kira-kira 200 juta serta ada kemungkinan meninggal dunia, ia serta merta ingin sekali ikut Asuransi Jiwa.
Perhitungannya mudah. Per tahun bayar 36 juta, dapat UP 1 Milyar dan manfaat tambahan asuransi kesehatan dan penyakit kritis, dengan pelayanan kamar rumah sakit 1 juta per hari dan biaya medis dibayar sesuai tagihan. Ikut asuransi sekarang, lalu usahakan agar setahun kemudian bisa terus dioperasi by-pass. Selama setahun ini, ditanggulangi dengan obat-obatan dan diet saja, menanti masa tunggu tidak ditanggung lewat.
Keluar 36 juta, dapat 200 juta. Kalau meninggal, dapat 1 Milyar. Bukan transaksi yang buruk, bukan?
Kemudian, setahun berikutnya operasi dilakukan dan dalam proses klaim, perusahaan Asuransi mendapati bukti bahwa tertanggung sudah didiagnosa sakit SEBELUM polis dibuat. Ada rekam medis yang bisa diperoleh dari rumah sakit tempatnya dirawat. Bukti bahwa Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ) tidak diisi sesuai dengan realita, mengaku semuanya sehat padahal sudah sakit jantung.
Maka, pengajuan klaim ditolak oleh Perusahaan Asuransi Jiwa. Tertanggung harus bayar sendiri operasi yang totalnya lebih dari 200 juta. Marah-marah bukan main.... tulis di opini surat kabar, tulis di facebook, tulis di kaskus.... Kecewa karena tidak mendapatkan 200 jutanya yang dibeli dengan menyerahkan 36 juta.
Tentu saja, ada yang menganjurkan untuk menuntut ke Pengadilan. Tahukah Anda, bahwa ada sifat unilateral pada kontrak asuransi alias Polis? Maksudnya begini, dalam perjanjian antara Perusahaan sebagai Penanggung dengan Tertanggung/Pemegang Polis, kedua pihak punya hak dan kewajiban. Penanggung berhak menerima Premi, dan berkewajiban memberi Manfaat Asuransi sesuai polis. Tertanggung berhak mengajukan dan menerima klaim, dan berkewajiban membayar Premi. Di sini ada perbedan.
Jika Tertanggung melalaikan kewajibannya, maka kontrak akan diakhiri oleh Penanggung, alias LAPSE. Tidak ada gugatan hukum yang bisa diajukan kepada Tertanggung yang melalaikan kewajiban dalam kontrak. Tetapi,
Jika Penanggung melalaikan kewajibannya membayar manfaat, maka Tertanggung/Pemegang polis bisa menuntut haknya melalui Pengadilan Negeri. Bisa dituntut lebih dari Uang Pertanggungan, walau belum tentu dikabulkan oleh Hakim.
Kondisi unilateral ini diperkuat oleh Undang Undang tentang perasuansian. Klaim harus diproses dengan cermat dan cepat, tidak boleh bertele-tele. Syarat administrasi tidak boleh dibuat menjadi pembuat sulit melakukan klaim,
Apakah yang dipersyaratkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa? Patokan utama dan pertama adalah, seluruh informasi yang diberikan pada saat pengajuan Asuransi Jiwa diberikan dengan akurat dan lengkap. Bagian underwriting akan menilai kondisi awal untuk menyetujui polis asuransi serta manfaat yang dijaminnya. Ketika ada bukti penyesatan atau manipulasi dalam pengisian SPAJ, maka polis menjadi gugur dan SEMUA manfaat asuransi tidak akan dibayar.
Jadi, saat bawa ke Pengadilan, bukti-bukti ini dibuka di hadapan Hakim, dan Perusahaan Asuransi memenangkan perkaranya.
Dalam kasus lain, kesalahan pengisian SPAJ dan kondisi klaim bisa berbeda. Ada seorang yang sudah sakit diabetes kronis, tapi tidak mengakuinya saat mengajukan. Empat tahun kemudian, ia terkena penyakit demam berdarah, hingga harus dirawat di RS. Asal tahu saja, penyakit demam berdarah akan berakibat jauh lebih parah pada pengidap diabetes, karena meningkatkan laju metabolisme terkait dengan fluktuasi pada kadar gula darah. Orang yang mengidap diabetes harus lebih cepat dikonsultasikan ke dokter ketika mengalami demam tinggi lebih dari 24 jam.
Nah, waktu orang yang terkena demam berdarah ini masuk rawat inap, terbukti bahwa ia telah lama mengidap diabetes, jauh sebelum asuransi jiwa diajukan empat tahun yang lalu. Berdasarkan bukti ini, polis asuransi jiwa serta semua manfaatnya dibatalkan, dan tagihan rumah sakit sama sekali tidak diganti. Orangnya protes, ini kan sakitnya DB, sedangkan kesalahannya tidak menjelaskan tentang diabetes. Kenapa jadi masalah?
Masalahnya, tidak benar mengisi SPAJ di awal. Jika tidak benar mengisi SPAJ, dan dapat dibuktikan secara faktual, kapanpun juga polis Asuransi Jiwa bisa dibatalkan.
Apakah Perusahaan Asuransi Jiwa mau cari untung sendiri? Bukan, Asuransi Jiwa tidak mencari untung dengan hanya menerima yang sehat. Di dalam konsepnya, Asuransi Jiwa menanggung RISIKO, bukan menanggung situasi yang sudah terjadi. Risiko dihitung berdasarkan statistik, dengan memperhitungkan bahwa ada orang yang sakit atau meninggal di antara banyak orang yang hidup sehat. Kalau masuk dalam kondisi SUDAH sakit, itu bukan lagi suatu risiko, melainkan sudah membawa masalah. Tertanggung yang sudah bermasalah akan membebani seluruh sistem asuransi, merugikan perusahaan Asuransi DAN semua peserta Asuransi lain yang tetap sehat walafiat.
Sebaliknya, orang yang masuk dalam keadaan sudah bermasalah adalah orang yang mau cari untung sendiri. Berharap dengan bayar premi kecil, pasti mendapat manfaat penanggungan dalam jumlah besar. Asuransi tidak memberi keuntungan! Yang berharap bisa dapat keuntungan dari asuransi adalah kondisi bahaya moral (moral hazard), bila diketahui di awal maka pengajuan asuransinya ditolak. Bila dikeahui belakangan, maka polisnya dibatalkan.
Sebaliknya, jika semuanya sudah benar dan jujur di awal, maka klaim merupakan keunggulan kompetitif. Perusahaan Asuransi sebenarnya BERSAING untuk memberikan pelayanan klaim yang lebih baik, karena di dalam klaim terletak bisnis Asuransi yang sesungguhnya. Masyarakat akan melihat mana perusahaan Asuransi yang paling baik dalam pelayanan klaim, memberikan kelegaan kepada keluarga yang sedang ditimpa musibah.
Bayangkan gejolak emosi dalam keluarga yang terkena musibah. Sang ayah meninggal tiba-tiba, dunia serasa runtuh. Sang ibu tenggelam dalam dukacita dan kebingungan, tidak tahu bagaimana menjawab tagihan hutang dari bank, tagihan hutang dari supplier, dan membayar segala macam kebutuhan. Tidak tahu bagaimana bulan depan bisa tetap bayar uang sekolah anak, tetap punya uang yang cukup untuk belanja kebutuhan rumah tangga. Mau jual rumah, susah cari pembeli. Mau jual mobil, bagaimana nanti aktivitas sehari-hari? Antar anak yang masih kecil memakai kendaraan umum?
Lalu datanglah teman yang juga menjadi Agen Asuransi. Memberi tahu janda yang sedih ini, bahwa Almarhum masih mempunyai satu polis asuransi jiwa yang memberi Uang Pertanggungan Rp 1 Milyar. Agen yang baik ini membantu menemukan dokumen polisnya, membantu mendapatkan salinan akta kematian, rekam medis dokter, dan membuat kronologi kematian. Semuanya dicek, ditandatangani, diserahkan ke Perusahaan Asuransi Jiwa.
Seminggu kemudian, klaim Asuransi Jiwa diserahkan. Dana sebesar Rp 1 Milyar ditransfer ke rekening bank janda ini, utuh tanpa potongan. Tidak kena pajak, walau itu harus dilaporkan juga dalam SPT (yang harus diurus dulu ke KPP Pajak terkait meninggalnya pemegang NPWP).
Apakah dengan uang Rp 1 Milyar, kesedihan lantas hilang? Tidak. Apakah uang Rp 1 Milyar dapat menggantikan kehilangan Ayah dan Suami tercinta? Tidak. Apakah dengan uang itu, masa depan menjadi lebih cerah? Juga tidak. Nilai dari kehilangan itu tidak terhingga, dan uang Rp 1 Milyar tidak menggantikan kehilangan yang terjadi. Tidak ada ganti rugi yang memadai menggantikan kematian orang tercinta.
Namun, terbatas secara keuangan, uang Rp 1 Milyar bisa menyelesaikan masalah hutang, juga bisa membayar biaya pemakaman. Masih ada sisa beberapa ratus juta untuk melanjutkan kehidupan normal selama satu sampai dua tahun ke depan, memberi waktu untuk beradaptasi, untuk berusaha bangkit dalam kehidupan tanpa suami. Menjadi modal untuk mulai berusaha, karena kebutuhan anak-anak masih harus dipenuhi dalam jangka waktu yang panjang.
Milikilah Asuransi Jiwa yang memadai, dan buatlah pengajuan yang benar untuk memastikan klaim dibayar tanpa kesulitan.
Sampai besok lagi....
Sebagai penasehat dan pengajar keuangan, tentunya kita memberi tahu satu kenyataan penting tentang asuransi: kalau sudah terkena sakit, sudah dalam kondisi gawat, itu sudah berada dalam kondisi tidak bisa ditanggung asuransi. Begitu, bukan?
Namun, yang saya alami dengar sendiri adalah kesinisan disertai kemarahan. "Asuransi Jiwa apaan tuh, maunya hanya terima orang yang sehat saja! Memang perusahaan asuransi tukang tipu, mau ambil duit orang melulu!"
Agak sulit untuk menjelaskan bahwa cara pandang demikian merupakan sikap yang keliru, dan egois. Bayangkan, orang ini tidak pernah berasuransi, tidak pernah bersikap sosial selama masa-masa produktifnya. Ketika tiba saat mengerikan itu -- saat dokter menyatakan diagnosa terkena penyumbatan jantung di tiga pembuluh utama, membutuhkan biaya operasi kira-kira 200 juta serta ada kemungkinan meninggal dunia, ia serta merta ingin sekali ikut Asuransi Jiwa.
Perhitungannya mudah. Per tahun bayar 36 juta, dapat UP 1 Milyar dan manfaat tambahan asuransi kesehatan dan penyakit kritis, dengan pelayanan kamar rumah sakit 1 juta per hari dan biaya medis dibayar sesuai tagihan. Ikut asuransi sekarang, lalu usahakan agar setahun kemudian bisa terus dioperasi by-pass. Selama setahun ini, ditanggulangi dengan obat-obatan dan diet saja, menanti masa tunggu tidak ditanggung lewat.
Keluar 36 juta, dapat 200 juta. Kalau meninggal, dapat 1 Milyar. Bukan transaksi yang buruk, bukan?
Kemudian, setahun berikutnya operasi dilakukan dan dalam proses klaim, perusahaan Asuransi mendapati bukti bahwa tertanggung sudah didiagnosa sakit SEBELUM polis dibuat. Ada rekam medis yang bisa diperoleh dari rumah sakit tempatnya dirawat. Bukti bahwa Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ) tidak diisi sesuai dengan realita, mengaku semuanya sehat padahal sudah sakit jantung.
Maka, pengajuan klaim ditolak oleh Perusahaan Asuransi Jiwa. Tertanggung harus bayar sendiri operasi yang totalnya lebih dari 200 juta. Marah-marah bukan main.... tulis di opini surat kabar, tulis di facebook, tulis di kaskus.... Kecewa karena tidak mendapatkan 200 jutanya yang dibeli dengan menyerahkan 36 juta.
Tentu saja, ada yang menganjurkan untuk menuntut ke Pengadilan. Tahukah Anda, bahwa ada sifat unilateral pada kontrak asuransi alias Polis? Maksudnya begini, dalam perjanjian antara Perusahaan sebagai Penanggung dengan Tertanggung/Pemegang Polis, kedua pihak punya hak dan kewajiban. Penanggung berhak menerima Premi, dan berkewajiban memberi Manfaat Asuransi sesuai polis. Tertanggung berhak mengajukan dan menerima klaim, dan berkewajiban membayar Premi. Di sini ada perbedan.
Jika Tertanggung melalaikan kewajibannya, maka kontrak akan diakhiri oleh Penanggung, alias LAPSE. Tidak ada gugatan hukum yang bisa diajukan kepada Tertanggung yang melalaikan kewajiban dalam kontrak. Tetapi,
Jika Penanggung melalaikan kewajibannya membayar manfaat, maka Tertanggung/Pemegang polis bisa menuntut haknya melalui Pengadilan Negeri. Bisa dituntut lebih dari Uang Pertanggungan, walau belum tentu dikabulkan oleh Hakim.
Kondisi unilateral ini diperkuat oleh Undang Undang tentang perasuansian. Klaim harus diproses dengan cermat dan cepat, tidak boleh bertele-tele. Syarat administrasi tidak boleh dibuat menjadi pembuat sulit melakukan klaim,
Apakah yang dipersyaratkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa? Patokan utama dan pertama adalah, seluruh informasi yang diberikan pada saat pengajuan Asuransi Jiwa diberikan dengan akurat dan lengkap. Bagian underwriting akan menilai kondisi awal untuk menyetujui polis asuransi serta manfaat yang dijaminnya. Ketika ada bukti penyesatan atau manipulasi dalam pengisian SPAJ, maka polis menjadi gugur dan SEMUA manfaat asuransi tidak akan dibayar.
Jadi, saat bawa ke Pengadilan, bukti-bukti ini dibuka di hadapan Hakim, dan Perusahaan Asuransi memenangkan perkaranya.
Dalam kasus lain, kesalahan pengisian SPAJ dan kondisi klaim bisa berbeda. Ada seorang yang sudah sakit diabetes kronis, tapi tidak mengakuinya saat mengajukan. Empat tahun kemudian, ia terkena penyakit demam berdarah, hingga harus dirawat di RS. Asal tahu saja, penyakit demam berdarah akan berakibat jauh lebih parah pada pengidap diabetes, karena meningkatkan laju metabolisme terkait dengan fluktuasi pada kadar gula darah. Orang yang mengidap diabetes harus lebih cepat dikonsultasikan ke dokter ketika mengalami demam tinggi lebih dari 24 jam.
Nah, waktu orang yang terkena demam berdarah ini masuk rawat inap, terbukti bahwa ia telah lama mengidap diabetes, jauh sebelum asuransi jiwa diajukan empat tahun yang lalu. Berdasarkan bukti ini, polis asuransi jiwa serta semua manfaatnya dibatalkan, dan tagihan rumah sakit sama sekali tidak diganti. Orangnya protes, ini kan sakitnya DB, sedangkan kesalahannya tidak menjelaskan tentang diabetes. Kenapa jadi masalah?
Masalahnya, tidak benar mengisi SPAJ di awal. Jika tidak benar mengisi SPAJ, dan dapat dibuktikan secara faktual, kapanpun juga polis Asuransi Jiwa bisa dibatalkan.
Apakah Perusahaan Asuransi Jiwa mau cari untung sendiri? Bukan, Asuransi Jiwa tidak mencari untung dengan hanya menerima yang sehat. Di dalam konsepnya, Asuransi Jiwa menanggung RISIKO, bukan menanggung situasi yang sudah terjadi. Risiko dihitung berdasarkan statistik, dengan memperhitungkan bahwa ada orang yang sakit atau meninggal di antara banyak orang yang hidup sehat. Kalau masuk dalam kondisi SUDAH sakit, itu bukan lagi suatu risiko, melainkan sudah membawa masalah. Tertanggung yang sudah bermasalah akan membebani seluruh sistem asuransi, merugikan perusahaan Asuransi DAN semua peserta Asuransi lain yang tetap sehat walafiat.
Sebaliknya, orang yang masuk dalam keadaan sudah bermasalah adalah orang yang mau cari untung sendiri. Berharap dengan bayar premi kecil, pasti mendapat manfaat penanggungan dalam jumlah besar. Asuransi tidak memberi keuntungan! Yang berharap bisa dapat keuntungan dari asuransi adalah kondisi bahaya moral (moral hazard), bila diketahui di awal maka pengajuan asuransinya ditolak. Bila dikeahui belakangan, maka polisnya dibatalkan.
Sebaliknya, jika semuanya sudah benar dan jujur di awal, maka klaim merupakan keunggulan kompetitif. Perusahaan Asuransi sebenarnya BERSAING untuk memberikan pelayanan klaim yang lebih baik, karena di dalam klaim terletak bisnis Asuransi yang sesungguhnya. Masyarakat akan melihat mana perusahaan Asuransi yang paling baik dalam pelayanan klaim, memberikan kelegaan kepada keluarga yang sedang ditimpa musibah.
Bayangkan gejolak emosi dalam keluarga yang terkena musibah. Sang ayah meninggal tiba-tiba, dunia serasa runtuh. Sang ibu tenggelam dalam dukacita dan kebingungan, tidak tahu bagaimana menjawab tagihan hutang dari bank, tagihan hutang dari supplier, dan membayar segala macam kebutuhan. Tidak tahu bagaimana bulan depan bisa tetap bayar uang sekolah anak, tetap punya uang yang cukup untuk belanja kebutuhan rumah tangga. Mau jual rumah, susah cari pembeli. Mau jual mobil, bagaimana nanti aktivitas sehari-hari? Antar anak yang masih kecil memakai kendaraan umum?
Lalu datanglah teman yang juga menjadi Agen Asuransi. Memberi tahu janda yang sedih ini, bahwa Almarhum masih mempunyai satu polis asuransi jiwa yang memberi Uang Pertanggungan Rp 1 Milyar. Agen yang baik ini membantu menemukan dokumen polisnya, membantu mendapatkan salinan akta kematian, rekam medis dokter, dan membuat kronologi kematian. Semuanya dicek, ditandatangani, diserahkan ke Perusahaan Asuransi Jiwa.
Seminggu kemudian, klaim Asuransi Jiwa diserahkan. Dana sebesar Rp 1 Milyar ditransfer ke rekening bank janda ini, utuh tanpa potongan. Tidak kena pajak, walau itu harus dilaporkan juga dalam SPT (yang harus diurus dulu ke KPP Pajak terkait meninggalnya pemegang NPWP).
Apakah dengan uang Rp 1 Milyar, kesedihan lantas hilang? Tidak. Apakah uang Rp 1 Milyar dapat menggantikan kehilangan Ayah dan Suami tercinta? Tidak. Apakah dengan uang itu, masa depan menjadi lebih cerah? Juga tidak. Nilai dari kehilangan itu tidak terhingga, dan uang Rp 1 Milyar tidak menggantikan kehilangan yang terjadi. Tidak ada ganti rugi yang memadai menggantikan kematian orang tercinta.
Namun, terbatas secara keuangan, uang Rp 1 Milyar bisa menyelesaikan masalah hutang, juga bisa membayar biaya pemakaman. Masih ada sisa beberapa ratus juta untuk melanjutkan kehidupan normal selama satu sampai dua tahun ke depan, memberi waktu untuk beradaptasi, untuk berusaha bangkit dalam kehidupan tanpa suami. Menjadi modal untuk mulai berusaha, karena kebutuhan anak-anak masih harus dipenuhi dalam jangka waktu yang panjang.
Milikilah Asuransi Jiwa yang memadai, dan buatlah pengajuan yang benar untuk memastikan klaim dibayar tanpa kesulitan.
Sampai besok lagi....
Courtesy : DW Notes
Info
lebih lanjut untuk resevasi dan hal lainnya silahkan hubungi :
Telepon
: 021-8431 2978 / Fax : 021-84312979
Hotline
: 082318447771 // Sales & Marketing : 081319367981 (Ferry)
Admin : 083806860304 (Nadia)
Pin
bbm : 59F73650
E-mail
: telagaarwanacreative@gmail.com
Facebook
: https://facebook.com/TACReativee
Twitter
: https://twitter.com/TACReative_
Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCvU08qP0JnZdSSG7n15NcUA
No comments:
Post a Comment